Semangat Secangkir Milky Latte
Foto: dokpri Seperti biasa, sepagi ini aku sudah mengaduk-aduk milky latte sekedar untuk menyamankan tenggorokan. Denting suara sendok beradu perlahan dengan dinding cangkir kaca. Aku berharap ketiga anakku tak terganggu dan lalu terbangun. Aku butuh waktu pribadi untuk berkelana di atas layar ponsel. Sebelum bel masuk dapur berdentang tentunya. Dulu semasa kecil, peraturan pertama dari ibuku adalah tidak boleh menekan tombol on pada televisi, melainkan harus menikmati hijaunya dedaunan di halaman. Menikmati segarnya embun di atas daun pisang. Satu lembar, dua lembar rasanya tak cukup untuk kuusapkan di kedua pipiku. Aku sangat menikmatinya. Kini ibu sudah tiada. Aku pun sudah tak perlu mengikut komando ibu lagi. Selain karena aku justru menjadi komandan bagi ketiga anakku, daun-daun pisang yang dibasahi embun pagi pun, sekarang sulit ditemukan di sekitar sini. Kami tinggal di dataran luas berpasir, yang tidak mungkin bisa menghidupi pohon-pohon kebun, termasuk pisang. Apalagi aku se